Rupa-Rupa Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja

Masih hangat perbincangan tentang terbitnya 49 Peraturan Pemerintah atau Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Cipta Kerja (UU 11 Tahun 2020) yang dirilis pada 21 Februari 2021 dilaman JDIH Kementerian Sekertariat Negara, yang terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden yang telah diundangakan kedalam Lembaran Negara RI.

Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan
“hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres sebagai aturan pelaksana UU Cipta Kerja adalah untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi”.

Secara substansi, peraturan pelaksanaan tersebut dikelompokkan dalam sebelas klaster pengaturan, yaitu: Perizinan dan Kegiatan Usaha Sektor (sebanyak 15 PP), Koperasi dan UMKM serta Badan Usaha Milik Desa (4 PP), Investasi (5 PP dan 1 Perpres), Ketenagakerjaan (4 PP), dan Fasilitas Fiskal (3 PP), Penataan Ruang (3 PP dan 1 Perpres), Lahan dan Hak Atas Tanah (5 PP), Lingkungan Hidup (1 PP), Konstruksi dan Perumahan (5 PP dan 1 Perpres), Kawasan Ekonomi (2 PP), serta Barang dan Jasa Pemerintah (1 Perpres).

Bahwa terdapat hal-hal yang menyita perhatian dalam PP tersebut yang akan saya uraikan sebagai berikut:

Pertama, adalah tentang adanya jenis badan hukum baru di Indonesia, jenis badan hukum ini dibentuk untuk kemudahan berusaha bagi pelaku usaha mikro kecil (UMK). Jenis badan hukum ini tergolong baru di Indonesia, pertama kali diatur dalam Pasal 153A UU Cipta Kerja, yangberbunyi “Perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang” lebih lajut diatur dalam Peraturan Pelaksananya yaitu PP Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro Kecil. Syarat-syarat nya tercantum dalam Pasal 6 dan 7 PP Perseroan. Untuk kriteria yang menjadi dasar UMK terdapat dalam pasal 35-36 PP Perseroan. Perseroan Perseorangan iin mendapatkan keringanan biaya untuk pendiriannya, dimana pendiriannya tidak memerlukan akta notaris.

Kedua, yang menarik dari Peraturan Pelaksana ini adalah tentang PHK, dimana uang pesangon buruh yang terkena PHK bisa 50 persen atau 0.5 dari upah, sebagaimana yang tertuang dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya (Outsourcing), Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terkait PHK diatur dalam Pasal 36 hingga Pasal 59 PP 35/2021. Dalam Pasal 41 Ayat (2) berbunyi

“Dalam hal terjadi pengambil alihan Perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja, Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja/Buruh berhak atas : a. uang pesangon sebesar 0.5 (nol koma lima) kali” .

Pasal 43 ayat (1):

“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/ Buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2).” Lebih Lanjut diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1)

Ketiga, bahwa hal menarik selanjutnya mengenai sistem pengelolaan perizinan berbasis resiko yang di klaim menjadi solusi atas keluhan masyarakat maupun pelaku usaha yang ingin mengurus izin, biasanya dengan proses lama, dan mahal. PP No 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko menjadi poin penting dari lahirnya UU Cipta Kerja. Sistem pengelolaan perizinan yang berbasis Online Single Submission (OSS) akan menjadi acuan tunggal bagi pemerintah daerah dan pelaku usaha. Dimana seluruh aturan berhubungan dengan izin hanya ada pada PP 5/2021 yang menjadi acuan dalam implementasi proses perizinan bagi Pemerintah Pusat, Pemda, maupun pelaku usaha.

Keempat mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) yang selalu menjadi pro kontra, telah rilis PP Nomor 34 tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA), dalam PP ini terdapat hal yang membuat buruh semakin menderita, yakni pertama; pemberian izin penggunaan TKA oleh instansi pemerintah(pasal 3 Ayat (1), kedua; PP ini mengizinkan TKA untuk menduduki posisi tinggi dan strategis di perusahaan (Pasal 2 Ayat 2) misalnya menjadi Direksi atau Komisaris.

Dengan di undangkan nya PP tersebut semoga dapat menjadi vaksin untuk krisis yang melanda Indonesia dan menciptakan kondisi yang lebih baik lagi. Peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja ini dapat diakses melalui Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Kabinet jdih.setkab.go.id

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Facebook

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *