Indonesia menganut maskapai penerbangan dengan system full service dan maskapai penerbangan yang menerapkan Law Cost Carrier (LCC). Secara singkat maskapai dengan sistem LCC merupakan maskapai penerbangan yang menawarkan tarif cukup rendah pada konsumen, dengan konsekuensi penghapusan atau pengurangan beberapa layanan fasilitas yang di dapatkan oleh penerbangan reguler, misalnya seperti maskapai yang sering di jumpai yaitu Lion Air. Dimana perbedaan pelayanan tersebut berupa pelayanan; bagasi, e-ticket, boarding pass, makanan dan minuman serta bahan bacaan seperti majalah, selain itu juga fasilitas bangku yang lebih luas dari penumpang LCC.
Dalam dunia penerbangan keselamatan merupakan hal yang paling utama dan sangat penting Sehingga perlu di atur oleh Undang-Undang, maka terbitlah UU Penerbangan, yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Pada Pasal 1 angka 48 telah mendefinisikan keselamatan penerbangan, dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksananya, yaitu PP Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Namun siapa sangka yang namanya musibah tidak dapat di duga-duga dan di prediksi, sehingga hal-hal yang berpotensi menyebabkan musibah haruslah di mitigasi.
Pada dasarnya setiap penumpang pesawat sudah terlindungi oleh pasal 141 ayat (1) UU Penerbangan menyebutkan ““Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.” Dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa konsumen berhak atas; pertama, hak atas kenyamanan, keamanan serta keselamatan, kedua, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang di terima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
Hak-hak sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tersebut merupakan amanat yang terkandung dalam konstitusi. Pasal 28D UUD Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal ini dapat diartikan bahwa ada kewajiban bagi negara melindungi masyarakatnya untuk mendapatkan jaminan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil. Penggunaan jasa penerbangan tidak akan terlepas dari keberadaan hak itu sendiri. Oleh karena itu, setiap penyelenggara jasa penerbangan wajib untuk melindungi konsumennya atas hak-hak yang secara konstitusional sudah diatur.
Adapun hak-hak penumpang jika terjadi musibah dalam menggunakan jasa penerbangan maka berhak untuk melakukan tuntutan kepada maskapai penerbangan dan ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Sedangkan jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat ditetapkan dalam Pasal 5.
Selanjutnya besaran kerugian yang harus dibayarkan oleh maskapai berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011, mengenai ganti kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka yaitu sebagai berikut :
- Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar Rp 1.250.000.000 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang.
- Penumpang yang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka 6 waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar Rp 1.250.000.000 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang. Sedangkan untuk cacat sebagian diberikan ganti rugi maksimal 150 juta per penumpang.
Selain itu korban berstatus Warga Negara Indonesia juga mendapatkan santunan dari perusahaan asuransi negara PT. Jasa Raharjda (Persero) berdasarkan PMK Nomor 15 tahun 2017 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Penumpang Angkutan umum di Darat, Sungai/ Danau, Feri/ Penyeberangan, Laut, dan Udara yang menyebutkan: Pasal 4 ayat (1) Penumpang yang menjadi korban akibat Kecelakaan selama berada di dalam Angkutan penumpang umum di udara atau ahli warisnya berhak atas Santunan. Ayat (2) Besar Santunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebagai berikut:
(a) Ahli waris dari penumpang yang meninggal dunia berhak atas Santunan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh ju ta rupiah).
(b) Penumpang yang mengalami cacat tetap berhak atas Santunan yang dihitung berdasarkan angka persentase sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dari besar Santunan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam huruf (a).
(c). Penumpang yang memerlukan perawatan dan pengobatan berhak atas Santunan berupa: 1. penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) 2. biaya ambulans atau kendaraan yang membawa penumpang ke fasilitas kesehatan paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); dan/ atau 3. biaya pertolongan pertama pada Kecelakaan paling banyak Rpl.000.000,00 (satu juta rupiah).
Semua jenis santunan yang penulis jelaskan di atas adalah santunan wajib yang harus diberikan kepada korban pengguna jasa angkutan udara berdasarkan sistem tanggungjawab mutlak (Strict liability) yang terdapat pada hukum positif yang ada di Indonesia.