Inilah Peraturan Pelaksana Bagi Predator Anak

Kejahatan kekerasan seksual di Indonesia khususnya pada anak perempuan, mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hukuman Pidana bagi pelaku kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Perlindungan Anak dianggap masih belum efektif, sehingga Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. PERPU 1/2016 ini kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tanggal 9 November 2016 tentang Perlindungan Anak. Yang mengatur pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual yaitu hukuman pidana mati, seumur hidup, dan maksimal 20 tahun, serta pidana tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik.

 

Sebagai respon atas banyaknya fenomena kekerasan seksual (pemerkosaan) terhadap anak perempuan, Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan peraturan pelaksana terhadap pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 UU 17/2016, berkaitan dengan sanksi kebiri yaitu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Indentitas Pelaku Kekerasan Seksual terhdap Anak. Dilansir dari laman Setkab, Senin (4/1).

 

Pasal 2 PP 70/2020 mendefinisikan secara jelas pelaku kekerasan seksual terhadap anak yaitu pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

 

Tindakan kebiri yang dimaksud dalam PP ini adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku kekerasan seksual yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehinga menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan atau korban meninggal dunia. Untuk menekan Hasrat seksual berlebih yang disertai rehabilitasi.

 

Tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan setelah pelaku menjalankan pidana pokok. Jangka waktu kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi ialah selama dua tahun. Perlu di ingat bahwa tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik ini dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Tindakan kebiri kimia harus dilakukan oleh petugas yang berkompeten dibidangnya atas perintah jaksa.

 

Walaupun PP ini telah di terbitkan oleh Pemerintah namun perlu menjadi catatan bahwa PP ini masih bergantung pada Peraturan Menteri mengenai prosedur teknisnya, Adapun Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Hukum dan HAM, Menteri bidang Sosial dan Menteri bidang Kesehatan. sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 (1) dan (2), Pasal 17, Pasal 20 (1) dan (2), Pasal 24 (3) PP 70/2020.

 

Penerapan kebiri kimia ini sempat menimbulkan pro dan kontra terkait efektivitasnya dan pemberlakuannya yang dianggap melanggar hak asasi manusia, dikarenakan Indonesia sebagai salah satu negara yang telah mertifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipil/ICCPR) dan Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) yang seharusnya tidak menerapkan hukuman yang mengamputasi dan membuat disfungsi organ manusia, sebagai hak dasar manusia juga telah melanggar hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD NRI 1945 terutama Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28I ayat (1) serta Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

 

Mengutip Detikhealth dalam wawancara bersama ketua IDI Jakarta (29/8/2019), bahwa kebiri kimia juga memakan biaya yang cukup besar, Ketua Ikatan Dokter Indonesia dr. Daeng Mohammad Faqih mengungkapkan bahwa biaya sekali suntik kebiri kimia sekitar Rp 5 juta. Pemberian obat harus dilakukan tiga bulan sekali, dan sesuai UU maksimal 2 tahun, maka total biaya yang dikeluarkan sekitar 40 juta. dr.daeng menyatakan juga predator akan mengalami sejumlah efek samping dan secara kejiwaan akan depresi,akibatnya dia dapat menjadi predator yang lebih buas.

 

Beberapa negara telah menerapkan Undang-Undang yang mengatur tentang kebiri yaitu Denmark (1929), Swedia (1944), Finlandia (1970), Norwegia (1977), Polandia (2009), Amerika Serikat yaitu negara bagian California (1996) dan beberapa negara bagian lainnya, Argentina (2010), Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan (2011), dan Rusia (2011), Moldova (2012), dan Estonia (2012).

 

Perlu di ingat bahwa dalam Konsiderannya disebutkan bahwa PP 70/2020 ditetapkan sebagai jawaban atas tingginya tuntutan publik untuk menghukum berat predator anak, guna mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera pada pelaku dan calon pelaku sebagai bentuk pencegahan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

 

Anak merupakan harapan bangsa yang memiliki potensi besar dalam menjaga eksistensi dan kelestarian suatu bangsa dan negara. Untuk itu anak perlu dilindungi dan dijaga dari segala ancaman yang dapat menghambat pertumbuahan dan perkembangan anak.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Facebook

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *